Beranda | Artikel
Mencari Harta Untuk Tujuan Mulia
Selasa, 4 Oktober 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Mencari Harta Untuk Tujuan Mulia ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 7 Rabi’ul Awwal 1444 H / 03 Oktober 2022 M.

Kajian Tentang Mencari Harta Untuk Tujuan Mulia

Kita masih membicarakan tentang sikap kaum sufi terhadap harta. Mereka mengecam penumpukan harta sebagai sesuatu yang dilarang ataupun dikecam. Seperti perkataan Al-Muhasibi dia mengatakan murid (orang-orang yang menempuh jalan tasawuf) harus melepaskan diri dari segala ikatan dengan harta. Dia disini memutlakkan bahwa harta itu tercela. Sementara Al-Qur’an menjelaskan kepada kita bahwa harta memiliki dua sisi, bisa menjadi suatu cela bahkan bisa menjadi suatu yang mulia. Jika hartanya haram atau syubhat mungkin ini masuk dalam kategori harta yang harus kita lepaskan atau harus kita hindari. Tapi jika itu harta yang baik dan di tangan orang yang shalih, maka harta itu bisa menjadi satu kemuliaan.

Oleh karena itu para Nabi dan Rasul juga tidak mutlak meninggalkan harta. Mereka adalah orang-orang yang paling zuhud dan bertakwa. Tapi sebagian dari mereka bahkan memiliki kekayaan yang luar biasa, seperti Nabi Sulaiman yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan harta yang banyak. Memang tidak semua Nabi dan Rasul Allah beri harta. Tapi sebagian dari mereka Allah beri harta.

Demikian juga para sahabat yang mulia, tidak semua fakir atau miskin. Disana ada sahabat-sahabat yang kaya. Seperti misalnya Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan beberapa sahabat-sahabat lainnya yang mana mereka Radhiyallahu ‘Anhum memiliki kekayaan.

Namun di sisi yang lain ada juga sahabat-sahabat yang fakir/miskin. Seperti ahlus suffah yang harus tinggal di beranda masjid karena tidak memiliki tempat tinggal. Sahabat-sahabat lain seperti Abu Hurairah, Abu Dzar dan lain-lain yang mereka tidak memiliki harta. Nabi tidak menyamaratakan status sosial para sahabat. Tidak semuanya harus kaya raya, tidak semua harus miskin. Itu adalah rezeki yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada siapa yang dikehendakiNya.

Makanya ketika orang-orang miskin mengadu kepada Nabi perihal orang kaya. Mereka tidak hasad/iri terhadap harta yang dimiliki oleh orang-orang kaya ini. Mereka berkata kepada Nabi:

يَارَسُوْلَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِالأُجُوْرِ

“Ya Rasulullah, orang-orang kaya ini telah pergi membawa pahala. Mereka shalat seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka bersedekah sedangkan kami tidak bisa melakukannya. Maka beritahukan kepada kami satu amal yang kami dapat menyusul mereka. Maka Nabi mengajari mereka doa yang dibaca sesudah shalat, yaitu Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.

Maka orang-orang miskin ini pun mengamalkannya. Mereka ingin menyusul orang-orang kaya tersebut di dalam hal pahala, berlomba-lomba di dalam hal akhirat. Ketika orang-orang kaya ini melihat orang-orang miskin melakukan satu amalan, ternyata mereka juga menirunya. Maka orang-orang miskin ini pun kembali mendatangi Nabi dan berkata: “Ya Rasulullah, mereka juga melakukannya, apa yang harus kami lakukan lagi?” Maka Nabi berkata:

ذٰلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ

“Itulah dia karunia Allah yang Allah berikan kepada siapa yang dikehendakiNya.” (HR. Muslim)

Jadi Nabi tidak menyeragamkan sahabat di dalam status sosial. Misalnya semuanya harus jadi orang kaya, semuanya harus jadi orang miskin, tapi ada yang kaya ada yang miskin. Itulah kehidupan.

وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

“Allah yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, dan kepadaNyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 245)

Sa’id bin Al-Musayyib mengatakan: “Tidak ada baiknya orang yang tidak mencari harta untuk bayar hutang.” Salah satu alasan kita mencari harta adalah ingin melunasi hutang-hutang kita. Manusia di dalam hidupnya kadang berhutang untuk satu keperluan atau kebutuhannya. Maka dia pun mencari harta yang salah satu niatnya adalah untuk melunasi hutang. Disana ada orang yang berhutang tapi dia justru tidak bekerja. Lalu bagaimana dia dapat membayar hutangnya?

Padahal orang yang berhutang dengan niat ingin mengembalikannya maka Allah akan membantunya untuk mengembalikannya. Namun orang yang berhutang untuk memusnahkan harta saudaranya, maka Allah akan memusnahkannya. Maka ketika seorang berhutang, dia akan berusaha untuk mencari harta agar dapat melunasi hutang-hutangnya.

Demikian juga orang mencari harta untuk menjaga kehormatan. Sehingga dia tidak perlu meminta-minta dan mengemis kepada manusia. Maka kita mencari harta untuk menjaga kehormatan kita dan untuk menyambung tali kekerabatan. Adakalanya kita harus membantu karib kerabat yang memang memerlukan bantuan. Kepada siapa lagi dia akan bercerita dan meminta bantuan kecuali kepada karib kerabatnya. Maka kita sisihkan sebagian dari mata pencaharian kita itu untuk menyambung tali kekerabatan.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52206-mencari-harta-untuk-tujuan-mulia/